Kecanggungan Nilai Karakter
“Education: that which reveals to the wise, and conceals from the stupid, the vast limits of their knowledge.” (Pendidikan : yang memperlihatkan kebijaksanaan, dan menyembunyikan dari kebodohan, batas yang luas dari pengetahuan mereka).
Mark Twain seorang penulis, novelis, pengajar, mengungkapkan hal demikian. Pendidikan adalah hal yang bisa membuat kita menjadi orang yang lebih baik dengan dasar karakter yang kritis dan terdepan. Sayangnya, dewasa ini banyak hal yang kurang baik bagi pendidikan. Penanaman karakter baik tidak bisa tersalurkan dengan menyeluruh, atau bisa dibilang “banyak obral kurang kerja”. Itulah yang saya pahami saat ini. Berikut ulasannya :
Kesalahan Kurikulum
Dengan kuriulum yang ada sekarang, saya percaya, seorang anak tidak mungkin bisa memahami kaidah pembelajaran yang sebenarnya. Distorsi ini terus terjadi. Mereka akan mempersempit pengetahuan mereka, karena sebagian besar mereka hanya melihat skl yang harus dilewati. Sebagai contohnya, pelajar akan lebih mengutamakan nilai hasil rapor mereka dengan berbagai cara yang negatif. Mulai dari mencontek, mendekati semua guru dan mencari perhatian mereka hingga akhirnya para guru akan bersikap “nyoh – nyoh” dalam hal memberi nilai. Karena nyatanya guru hanya akan simpatik pada tiga kasus yang dialami anak didik, satu karena mereka dekat dengannya, dua karena kepandaian mereka, tiga karena kenakalan mereka. Alhasil tanpa belajarpun pelajar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan. Mereka yang notabene berstatus anak pandaipun mengalami dilema. Mereka terus berfikir keras, apakah dengan belajar akan tetap bisa mempertahankan nilai mereka? Sedangkan banyak anak yang kurang pandai alias “goblok” terus berlomba mencari nilai dengan mencontek ataupun cara lainnya. Tumpang tindih inilah yang terus terjadi, hal yang mencengangkan atas kenyataan rancangan pendidikan berkarakter.
Pemimpin Buram
Saat ini, bukan hanya pelajar yang mengalami polemik yang beragam. Bahkan, para pemimpin yang seharusnya menjadi kader – kader bangsa ini memperlihatkan sikap tengilnya. Menginginkan karakter yang baik, akan tetapi saya percaya bahwa hanya segelintir pemimpin yang secara ilhami benar – benar sadar dan melakukannya dengan baik. Faktanya, banyak sekali pemimpin yang menjadi koruptor, melakukan nepotisme dan lain – lain. Padahal apa itu menunjukkan karakter yang beradab? Jawabannya tentu tidak. Lantas apakah pemerintah “pantes” mencantumkan pendidikan berkarakter?
Penanaman Karakter Sulit
Kita bisa menilik sebuah perumpamaan, padi yang ditanam dengan baik, dipupuk dengan teratur tentu hasilnya juga akan memuaskan. Sama halnya dengan karakter yang seharusnya dipupuk dengan baik sedari bayi. Sayangnya, sekarang orang tua lebih banyak mengahabiskan waktu mereka diluar rumah. Meski tujuan mereka baik, tapi tentu akan berdampak negatif. Selain itu, kita juga bisa melihat dari perilaku guru. Mereka memang bolak – balik membicarakan tentang karakter. Tapi apa mereka sendiri sudah melakukannya dengan baik. Contoh kecilnya adalah saat memberi salam, saya sudah mengalaminya sendiri. Saya sudah menyapa guru itu dengan suara lantang, berkali – kali pula. Tapi tetap saja guru tersebut tidak menjawab salam saya, ataupun sekedar melihat lurus ke saya. Contoh lain adalah, mereka guru laki – laki selalu bilang bahwa ada aturan dilarang merokok di sekolah. Nyatanya, para guru tetap saja merokok. Bahkan, di depan kelas yang sedang diajar. Apa ini namanya penanaman karakter?
Dari berbagai ulasan diatas, saya menyimpulkan masih banyak kecacatan yang terjadi di dunia pendidikan, bahkan, merembet ke segala bidang. Sekarang pertanyaannya adalah, karakter apa yang ditanamkan? Baik atau buruk? Hal ini yang patut direvisi lagi kebenarannya jika ingin melangsungkan kelanggengan yang utuh dalam dunia pendidikan kita.
*maaf jika ada banyak kekurangan dan kurang spesifik dalam menanggapi masalah. Karena saya masih belajar nulis. hehe. mohon kritik dan saran :D
Kesalahan Kurikulum
Dengan kuriulum yang ada sekarang, saya percaya, seorang anak tidak mungkin bisa memahami kaidah pembelajaran yang sebenarnya. Distorsi ini terus terjadi. Mereka akan mempersempit pengetahuan mereka, karena sebagian besar mereka hanya melihat skl yang harus dilewati. Sebagai contohnya, pelajar akan lebih mengutamakan nilai hasil rapor mereka dengan berbagai cara yang negatif. Mulai dari mencontek, mendekati semua guru dan mencari perhatian mereka hingga akhirnya para guru akan bersikap “nyoh – nyoh” dalam hal memberi nilai. Karena nyatanya guru hanya akan simpatik pada tiga kasus yang dialami anak didik, satu karena mereka dekat dengannya, dua karena kepandaian mereka, tiga karena kenakalan mereka. Alhasil tanpa belajarpun pelajar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan. Mereka yang notabene berstatus anak pandaipun mengalami dilema. Mereka terus berfikir keras, apakah dengan belajar akan tetap bisa mempertahankan nilai mereka? Sedangkan banyak anak yang kurang pandai alias “goblok” terus berlomba mencari nilai dengan mencontek ataupun cara lainnya. Tumpang tindih inilah yang terus terjadi, hal yang mencengangkan atas kenyataan rancangan pendidikan berkarakter.
Pemimpin Buram
Saat ini, bukan hanya pelajar yang mengalami polemik yang beragam. Bahkan, para pemimpin yang seharusnya menjadi kader – kader bangsa ini memperlihatkan sikap tengilnya. Menginginkan karakter yang baik, akan tetapi saya percaya bahwa hanya segelintir pemimpin yang secara ilhami benar – benar sadar dan melakukannya dengan baik. Faktanya, banyak sekali pemimpin yang menjadi koruptor, melakukan nepotisme dan lain – lain. Padahal apa itu menunjukkan karakter yang beradab? Jawabannya tentu tidak. Lantas apakah pemerintah “pantes” mencantumkan pendidikan berkarakter?
Penanaman Karakter Sulit
Kita bisa menilik sebuah perumpamaan, padi yang ditanam dengan baik, dipupuk dengan teratur tentu hasilnya juga akan memuaskan. Sama halnya dengan karakter yang seharusnya dipupuk dengan baik sedari bayi. Sayangnya, sekarang orang tua lebih banyak mengahabiskan waktu mereka diluar rumah. Meski tujuan mereka baik, tapi tentu akan berdampak negatif. Selain itu, kita juga bisa melihat dari perilaku guru. Mereka memang bolak – balik membicarakan tentang karakter. Tapi apa mereka sendiri sudah melakukannya dengan baik. Contoh kecilnya adalah saat memberi salam, saya sudah mengalaminya sendiri. Saya sudah menyapa guru itu dengan suara lantang, berkali – kali pula. Tapi tetap saja guru tersebut tidak menjawab salam saya, ataupun sekedar melihat lurus ke saya. Contoh lain adalah, mereka guru laki – laki selalu bilang bahwa ada aturan dilarang merokok di sekolah. Nyatanya, para guru tetap saja merokok. Bahkan, di depan kelas yang sedang diajar. Apa ini namanya penanaman karakter?
Dari berbagai ulasan diatas, saya menyimpulkan masih banyak kecacatan yang terjadi di dunia pendidikan, bahkan, merembet ke segala bidang. Sekarang pertanyaannya adalah, karakter apa yang ditanamkan? Baik atau buruk? Hal ini yang patut direvisi lagi kebenarannya jika ingin melangsungkan kelanggengan yang utuh dalam dunia pendidikan kita.
*maaf jika ada banyak kekurangan dan kurang spesifik dalam menanggapi masalah. Karena saya masih belajar nulis. hehe. mohon kritik dan saran :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar